A.
Pengertian dan Sejarah Semen
Kata semen berasal dari bahasa latin “cementum”
yang berarti bahan pengikat. Pengertian yang lebih luas adalah material plastis
yang dapat memberikan sifat perekat dantara batu-batuan dalam konstruksi
bangunan. Semen sudah dikeal sejak jaman dahulu dengan ditemukannya semacam
batuan alam yang dapat dikalsinasi menghasilkan suatu produk yang mengeras
dengan penambahan air. Bangsa Mesir misalnya, sudah menggunakan menggunakan bahan semacam semen untuk konstruksi bangunan
piramidnya. Sedangkan bangsa Yunani dan Romawi menggunakan abu vulkanik yang dicampur dengan kapur untuk dijadikan semen.
Abad 18 dan 19 para ahli fisika dan kimia membuat semen yang bermutu lebih baik. Tahun 1824 seorang tukang batu Inggris bernama Joseph Aspidin, berhasil membuat semen
dengan mengkalsinasi batu kapur argilaceo yang dicampur dengan tanah liat. Semen ini dinamakan “Portland” karena beton yang dibuat dengan semen ini sangat menyerupai batu bangunan yang terkenal yang terdapat di pulau Portland, Inggris. (G.T. Austin, ,1985)
B.
Jenis-jenis Semen
Beraneka jenis semen disesuaikan dengan kebutuhan semen itu sendiri. Perbedaan macam semen tergantung
pada komposisi unsur-unsur
penyusunnya dan unsur tambahan lain
yang
ditambahkannya. Beberapa jenis semen antara lain sebagai berikut :
o
Semen
Portland Putih
Semen
ini dibuat dengan membatasai jumlah kandungan besi sehingga produknya berwarna
putih, untuk itu diperlukan kapur dan tanah liat yang murni agar tidak terjadi
pengotoran oleh besi.
o
Semen
alumina tinggi
Semen ini
pada dasarnya adalaah Semen Kalsium Aluminat yang dibuat dengan melebur
campuran campuran batu kapur dan bauksit.
o
Semen
Silikat
Semen
silikat yang penuh silika dan set secara kimia tahan terhadap segala macam asam
anorganik dalam segala konsentrsi, kecuali asam fluoride.
o
Semen
Slag
Semen ini
diperoleh dari terak semen portland yang dicampur degan butir-butir slag pada
temperatur tinggi kemudian didinginkan secara tepat.
o
Semen
Pozzolan
Semen ini
diperoleh denga menggiling terak. Semen portland dengan trass sebagai bahan
pozzolannya.
o
Semen
Portland
Merupakan
semen hidrolik yang diperoleh dengan menggiling terak yang terutama terdiri
dari kalsium silikat hidrolik dengan satu atau lebih bahan tambahan biasanya
gypsum. Berdasarkan banyaknya presentase kadar masing-masing komponen ASTM
(American Society of Testing Material) C 150 – 95 membagi 5 macam type semen
portland. Kelima type tersebut ,yaitu:
1.
Ordinary
Portland Cement (Semen tipe 1)
Semen
Portland tipe 1 ini biasanya digunakan untuk bangunan biasa yang tidak
memerlukan ketentuan khusus.
2.
Moderate
Heat Cement (Semen Tipe 2)
Semen ini
digunakan dalam situasi yang memerlukan kalor hidrasi yang tidak terlalu tinggi
atau untuk bangunan beton biasa yang dapat terkena aksi sulfat yang sedang.
3.
High
Early Strenght Cement (Semen Tipe 3)
Semen
dengan kekuatan awal tinggi yang terbentuk dari bahan baku yang mengandung
perbandingan gamping-silika lebih tinggi Semen ini mengandung trikalsium siikat
lebih banyak dari semen portland biasa.
4.
Low
Heat Cement (Semen tipe 4)
semen portland kalor-rendah, persen kandungan C3S dan C3A lebih rendah.
Akibatnya persen tetra
kalsium aluminoferit (C4AF) lebih
tinggi karena adanya Fe2O3 yang ditambahkan untuk mengurangi C3A.
5.
Sulfat
Resistance Cement (Semen tipe 5)
Semen portland tahan sulfat
adalah semen yang karena komposisinya
atau cara pengolahannya, lebih tahan terhadap sulfat dari
pada
keempat jenis lainnya. Semen ini mengandung C3A lebih rendah
dari
ketiga semen lain. Akibatnya kandungan C4AF-nya lebih tinggi (G.T. Austin, ,1985)
C. Teknologi Pembuatan Semen:
Ditinjau dari
kadar
air umpan
maka teknologi pembuatan semen dibagi
menjadi 4 proses , yaitu :
Proses Basah
Pada proses ini bahan baku dihancurkan dalam raw mill kemudian
digiling
dengan ditambah air
dalam jumlah
tertentu.
Hasilnya berupa
slurry / buburan, kemudian dikeringkan dalam rotary
dryer sehingga terbentuk umpan tanur berupa slurry dengan kadar air
25 –
40 %. Pada umumnya menggunakan “Long Rotary Kiln” untuk menghasilkan terak.
Kerugian:
1.
Pemakaian bahan bakar lebih banyak dibandingkan proses lain.
2.
Tanur putar yang
digunakan ukurannya lebih panjang dibandingkan tanur putar pada proses kering
Keuntungan:
1. Pencampuran dari komposisi slurry lebih mudah karena berupa luluhan
2. Debu yang dihasilkan relatif
sedikit
o
Proses
Semi Basah
Pada proses semi basah, bahan baku (batu kapur, pasir besi, pasir silika ) dipecah kemudian pada unit homogenisasi ditambahkan air dalam
jumlah tertentu serta dicampur dengan
luluhan tanah liat. Sehingga terbentuk bubur halus dengan kadar air 15-25 % (slurry) disini umpan tanur disaring
terlebih dahulu dengan filter press. Filter cake yang
berbentuk pellet kemudian mengalami
kalsinasi
dalam
tungku
putar panjang (Long Rotary Kiln). Dengan
perpindahan panas
awal
terjadi
pada
rantai (chain section). Sehingga terbentuk klinker sebagai hasil proses kalsinasi.
Kerugian :
1.
Tanur yang digunakan masih lebih panjang dari tanur putar pada proses
kering.
2.
Membutuhkan filter
yg
berupa
filter
putar
kontinyu untuk menyaring
umpan yang berupa buburan sebelum
dimasukkan ke kiln.
Keuntungan :
1.
Umpan mempunyai komposisi yang lebih homogen dibandingkan dengan proses kering.
2.
Debu yang dihasilkan sedikit
o
Proses Semi
Kering ( Semi Dry Process )
Proses semi kering dikenal sebagai grate
proses, dimana merupakan
transisi dari proses
basah dan proses kering dalam pembuatan semen.Umpan tanur pada proses ini berupa tepung baku kering, lalu dengan alat granulator
(pelletizer) umpan disemprot
dengan air untuk dibentuk menjadi
granular dengan kadar air
10
–
12
%
dan ukurannya 10 – 12 mm
seragam.
Kemudian kiln feed dikalsinasi dengan menggunakan
tungku tegak (shaft kiln) atau long rotary kiln. Sehingga terbentuk klinker
sebagai hasil akhir proses kalsinasi.
Kerugian :
1.
Menghasilkan debu
2.
Campuran
tepung baku kurang homogen karena pada saat penggilingan bahan dalam keadaan
kering
Keuntungan :
1.
Tanur yang digunakan
lebih pendek dari proses basah.
2.
Pemakaian bahan bakar lebih sedikit.
Proses Kering ( Dry Process)
Pada proses ini bahan baku
dipecah dan digiling
disertai pengeringan
dengan jalan mengalirkan udara panas ke dalam raw mill sampai diperoleh
tepung baku dengan kadar air
0,5-1%. Selanjutnya tepung baku yang telah homogen
ini
diumpankan ke
dalam suspensionpreheater sebagai pemanasan awal, disini terjadi perpindahan panas.
Kerugian :
1. Campuran
tepung
kurang
homogen
karena bahan yang digunakan
dicampur dalam keadaan kering.
2. Banyak
debu yang dihasilkan
sehingga dibutuhkan alat penangkap debu.
Keuntungan :
1. Rotary kiln yang digunakan relatif
pendek.
2. Heat compsumtion
rendah yaitu sekitar 800 – 1000 kcal untuk setiap kilogram terak sehingga bahan bakar yang digunakan
lebih sedikit.
3. Kapasitas produksi besar dan biaya operasi rendah. (G.T. Austin,1985)
0 komentar:
Post a Comment